Waktu itu aku masih kuliah di satu-satunya
PTN yang ada di kota S. Sebagai seorang anak rantau aku kost di
belakang kampus yang cukup jauh dari keramaian. Pertimbanganku untuk
memilih kost di tempat itu adalah di samping harganya murah, aku juga
berharap dapat menghindari godaan keramaian yang ditawarkan kota S itu.
Maklum misiku ke kota S ini adalah untuk menimba ilmu demi masa depan.
Berkali-kali orang tuaku menyuruhku agar hidup prihatin.. karena
mereka pun harus hidup prihatin demi menyekolahkanku.
Dengan
memilih tempat itu rasanya aku sudah berusaha memenuhi permintaan
orang tuaku, yaitu agar hidup prihatin. Namun ternyata nasib membawaku
lain dan melenceng dari misi semula ini.
Sudah dua tahun
aku kost di daerah itu, sehingga aku sudah kenal baik dengan semua
masyarakat penghuni kampung itu. Aku sudah dianggap sebagai warga
karena kesupelanku dalam bergaul. Nah dari kesupelanku itulah aku sudah
terbiasa bercanda dengan setiap penduduk dari anak kecil hingga
nenek-nenek.
Suatu hari pada saat liburan semester, aku
tinggal di tempat kost sendiri karena memang aku tidak pulang maklum
aku aktif di kegiatan kampus. Waktu itu sedang musim kemarau sehingga
banyak sumur penduduk yang kering, hanya sumur di tempat kost ku itulah
yang masih cukup banyak airnya sehingga banyak tetangga yang ikut
minta air dan bahkan ikut mandi di kost-ku. Dan diantara mereka ada
satu tetanggaku yang waktu itu umurnya mungkin hanya terpaut 7 atau 8
tahun di atasku, namanya Mbak Narsih (samaran). Perawakannya sedang
tidak begitu tinggi (tingginya sekitar 158 - 160 Cm), tetapi bodynya
tidak kalah dengan pesenam aerobik deh. Kulitnya sawo matang khas
wanita Jawa dan wajahnya manis sekali, terutama pada saat tersenyum..
aduh makk!
Dia sudah punya suami dan dua orang anak yang
masih kecil yang pada saat itu umurnya baru 4 dan 2 tahunan. Dia
berjualan barang-barang kelontong di dekat kost-ku. Nah suatu hari..
seperti biasa pagi pagi sekali Mbak Narsih ketok-ketok pintu tempat
kost ku..biasa mau ikutan ambil air dan sekaligus mandi.
“Dik.. Dik.. cepet tolong bukain pintunya!” dia berteriak agak tak sabaran.
“Iya bentar Mbak..” jawabku sambil setengah mengantuk.
“Kok lama banget to Dik..” suaranya terdengar tak sabar.
“Ada apa sih Mbak kok nggak sabar sekali?” tanyaku saat kubuka pintu untuknya.
Wajahnya nampak meringis menahan sesuatu. Rupanya dia sudah mulas dan hendak buang hajat dari tadi.
“Anu Dik.. aku sakit perut nih” Katanya agak malu.
Begitu
pintu terbuka ia langsung lari terbirit-birit masuk KM dan membanting
pintu. Rupanya sang beban sudah hampir keluar.. pikirku.
“Sorry ya Dik.. tadi Mbak nggedor-nggedor”, katanya.
“Habis
perut Mbak udah mulas dan di rumah nggak ada air.. itu lho bapaknya
anak-anak semalam enggak pulang jadi Mbak belum sempat ngisi air di
rumah.. maafin Mbak ya”.
“Ah enggak apa-apa kok Mbak, saya malah harus berterima kasih udah dibangunin sama Mbak.”
Sejak
itu hubunganku dengan Mbak Narsih jadi tambah akrab. Hingga pada suatu
siang, aku ingat hari Kamis, Mbak Narsih datang ke tempat kostku.
Siang itu ia kelihatan manis sekali dengan memakai baju kaos lengan
panjang warna krem ketat yang mencetak tubuhnya.
“Eh Dik Wawan.. hari ini ada acara enggak?” tanyanya begitu kutemui di teras depan.
“Mm.. kayaknya enggak Mbak.. memang ada apa Mbak?” tanyaku agak penasaran.
“Anu Dik.. kalau tidak keberatan nanti adik Mbak ajak pergi ke Gml mencari bapaknya anak-anak, Dik Wawan enggak keberatan kan?”
“Lho memangnya Mas Gun disana di rumah siapa Mbak?” tanyaku semakin penasaran.
“Anu
Dik.. katanya orang-orang Mas Gun sudah punya istri simpanan di sana..
jadi Mbak mau melabrak.. tapi Mbak nggak berani sendirian.. jadi Mbak
minta tolong Dik Wawan nganter Mbak ke sana”.
“Baiklah Mbak.. tapi saya enggak mau ikut campur dengan urusan Mbak lho” kataku menyanggupi permintaannya.
Sorenya
kami berdua dengan sepeda motor milik Mbak Narsih berboncengan kearah
Gml, + 27 KM sebelah utara kota S arah ke Pwd. Mbak Narsih membawa
sebuah tas yang cukup besar. Aku jadi curiga, tetapi tetap diam saja..
pokoknya wait and see lah prinsipku. Kami tak banyak bicara saat dalam
perjalanan. Hingga setelah sampai ke Gml aku baru bertanya letak
rumahnya.
“Oh.. itu.. itu masih terus ke utara Dik..” jawabnya agak tergagap.
Kecurigaanku makin mendalam tetapi tetap diam saja sambil kuikuti permainannya.
“I’ll follow the game” begitu pikirku, toh tidak ada ruginya dengan wanita yang cukup menarik ini.
Kami terus ke utara hingga sampai ke tempat dimana terdapat gerbang bertuliskan “Obyek Wisata Gn Kmks”.
“Lho kok ke sini to Mbak.. apa enggak kebablasan?” Tanyaku agak bingung.
“Anu..
anu sebenarnya Mbak enggak mencari Mas Gun kok Dik.. tapi Mbak mau
ziarah ke sini..” Jawabnya agak khawatir kalau aku marah.
Aku
kasihan juga melihatnya saat itu yang begitu ketakutan. Aku Cuma
menghela napas.. tapi tidak ada ruginya kok bagiku. Toh Mbak Narsih
orangnya cukup manis dan menarik jadi berlama-lama berdekatan dengannya
juga tidak rugi pikirku menghibur diri.
Sigkat cerita aku
dan Mbak Narsih mengikuti ritual yang harus dilakukan di sana.
Ternyata bukan hanya kami berdua yang ada di sana. Ratusan bahkan
mungkin ribuan orang datang ke sana sore itu. Semuanya mempunyai tujuan
yang sama “Berziarah” (atau berzinah barangkali lebih tepatnya).
Soalnya yang aku dengar kalau berziarah ke sana untuk mencari berkah
harus berpasangan yang bukan suami-istri dan harus “Tidur” bersama di
sekitar cungkup (makam) yang ada di sana. (Mungkin ini ritual mencari
kekayaan yang paling nikmat di dunia.. he.. he.. he)!
Setelah
mengikuti berbagai ritual dan prosesi, selesailah sudah acara mohon
berkah. Sekarang tinggal ‘finishing’-nya, yaitu tidur bersama! Aku
sendiri menjadi panas dingin membayangkan aku harus tidur dengan
seorang wanita! Gila.. ini benar-benar pengalaman pertama bagiku. Seumur
umur belum pernah berdekatan dengan wanita.. apalagi harus tidur
bersama! Dan katanya harus 7 kali malam Jum’at berturut-turut pula!
Gila! Benar-benar tur gila.. asyiik!
“Eh Dik Wawan sudah punya pacar belum?” tanya Mbak Narsih memecah kesunyian.
“Eh.. mm. anu.. bbel.. belum Mbak” jawabku agak tergagap soalnya lagi ngelamun yang lain lagian pikiranku sedang bingung.
Mbak
Narsih mungkin tahu apa yang kurasakan jadi dia Cuma diam saja dan
menggandengku mencari tempat untuk menggelar tikar (Rupanya Mbak Narsih
sudah mempersiapkan segalanya dari rumahnya.. sontoloyo makiku dalam
hati, tapi aku juga senang juga membayangkan mau tidur dengan wanita
semanis Mbak Narsih ini).
Rupanya mencari tempat yang
“Sesuai” (dalam artian sepi dan aduhai) di sekitar cungkup pada malam
itu susah juga. Aku yang baru kali itu mengunjungi Gn Kmks takjub
sekali dengan pemandangan yang kulihat disana. Bukan keindahan alamnya
yang kukagumi, tetapi begitu banyaknya pasangan yang memenuhi lokasi
sekitar cungkup bak ikan bandeng dijajar-jajar. Gilanya semua mungkin
bukan pasangan suami-istri yang sah (Kalau boleh kukatakan ini namanya
“Perzinahan masal” bukannya “Perziarahan masal”). Cukup lama kami
mencari tempat untuk bermalam di tempat terbuka. Rupanya malam Jum’at
Pon ini adalah hari “Raya”-nya Gn Kmks. Ramainya mungkin malah melebihi
keramaian di Kota S. Dan semua pasangan itu rela “Tidur” bersama di
tempat terbuka berjajar-jajar tanpa sekat pelindung yang membatasi
privasi dengan pasangan lain di sebelahnya. Akhirnya setelah cukup lama
mondar-mandir melewati jalan setapak nan gelap dan di kanan-kirinya
bergelimpangan pasangan yang sedang melakukan “Laku” tidur bersama,
kami menemukan tempat yang kami anggap ’sesuai’ bagi kami.
“Disini
saja Dik Wawan.. tempatnya masih longgar” kata Mbak Narsih sambil
melepas gandengannya dan mulai menggelar tikar yang dibawanya. Di
sebelah kanan dan kiriku ada pula pasangan yang sudah terlebih dahulu
menempati kapling mereka. Jadi aku dan Mbak Narsih termasuk datang agak
terlambat. Setelah basa-basi sejenak dengan tetangga kanan-kiri kami
pun rebahan sambil berpelukan dalam gelap di tempat terbuka lagi.
Aku
yang masih lugu tak tahu harus berbuat apa. Soalnya seumur-umur baru
kali inilah aku memeluk seorang wanita dewasa. Tanganku diam saja
sementara debar jantungku tak teratur. Mbak Sum yang semula hanya
memeluk, perlahan-lahan mulai mengelus dadaku salah satu pahanya
ditumpangkannya di atas pahaku. Kontan saja batang kemaluanku mengeras..
tapi aku tak berani berbuat apa-apa. Saat itu kurasakan kalau tubuh
bagian bawah Mbak Narsih terbungkus sarung, karena salah satu pahanya
menindih pahaku.
Napasku semakin memburu dan jantungku berdebar kian keras saat ia mulai meraba-raba puting dadaku.
“Dik ikutan masuk sarung aja biar hangat” bisiknya pelan seolah takut terdengar pasangan yang ada di samping kami.
“Ba.. baik Mbak..” Jawabku juga pelan.
Lalu
dengan hati-hati sekali aku mulai ikut memasukkan tubuh bagian bawahku
ke sarung yang dipakai Mbak Narsih. Jadi sekarang satu sarung
berdua..!
Aku sangat terkejut saat tubuh bagian bawahku
masuk ke dalam sarung. Ternyata Mbak Narsih tidak memakai selembar ain
pun pada tubuh bagian bawahnya. Celana panjang yang tadi dipakainya
sekalian celana dalamnya rupanya sudah dilepaskannya secara diam-diam
saat mengenakan sarung tadi. Aku jadi serba salah, mau gerak tak berani
mau diam kok seperti ini..! Batang kemaluanku yang dari tadi sudah
keras menjadi semakin keras memberontak dalam celanaku. Apalagi tanpa
dapat kucegah tangan Mbak Narsih mulai meraba-raba batang kemaluanku
dari luar celanaku. Napasku kian memburu mendapat perlakuan seperti
itu.
“Ayoo.. pegang dada Mbak.. Dik..” bisik Mbak Narsih dengan napas yang juga sudah mulai memburu.
Aku
dengan terpaksa (karena gak kuat menahan napsu..) mulai menggerakkan
tanganku dan meraba-raba dada Mbak Narsih dari luar gaunnya.. Kurasakan
dadanya begitu sekal dan kenyal.. mungkin semua wanita begitu kali ya..
Napas kami semakin memburu tangan kami saling meraba dalam gelap..
(Mungkin.. ini yang dimaksud dengan peribahasa ’sedikit bicara banyak
bekerja’ kali ya..? pinter juga tuh orang yang bikin peribahasa ini..
atau mungkin dia nemu peribahasa gini saat lagi begituan kali!)
Napasku
seolah terhenti saat tiba-tiba batang kemaluanku sudah digenggam Mbak
Narsih dan dielus-elus dengan lembutnya.. luar biasa.. benar-benar
pengalaman terhebat yang pernah aku rasakan saat itu! Tubuhku
meliuk-liuk menahan nikmat yang tiada tara saat tangan halus Mbak Narsih
mengurut dan meremas batang kemaluanku.. kedua biji pelirku pun
dielusnya dengan penuh kasih sayang.. aduh makk!
“Mbak.. ahkk..” bisikku pelan-pelan tanpa berani bersuara keras-keras..
“Masukkan tanganmu Dik.. remas tetek Mbak.. ayoo..” bisik Mbak Sum yang menyadarkanku.
Sebenarnya
tanpa disuruh pun aku sudah ingin meraba langsung bukit menggairahkan
itu. Segera dengan semangat 45 (Ini kan jamannya tujuh-belas Agustusan)
bak pejuang kita dahulu, aku menyusupkan tanganku ke dalam kaos
ketatnya dari bagian bawah dan mulai mencari-cari bukit kenyal di dada
Mbak Narsih. Tanganku terus meraba dan bergerak liar di dalam kaus Mbak
Narsih dan terpeganglah apa yang kudambakan. Kusibak BH yang masih
menempel dan tanganku bergerak liar di balik BH itu. Begitu gemas
rasanya aku meremas dan meraba (boso jowone “Ngowol”) kedua bukit
kembar itu bergantian.
“Och.. ter.. terushh.. Dikk.. ouch..” Kudengar Mbak Sum berbisik pelan sekali ditelingaku dengan napas yang semakin memburu.
“Ayo lepaskan celanamu itu Dik..” bisiknya lagi.
Dengan
hati berdebar keras membayangkan apa yang akan terjadi kuturuti
permintaan Mbak Narsih. Kuhentikan aktivitasku di dada Mbak Narsih dan
melepas celanaku pelan sekali. Soalnya takut ketahuan tetangga di
sebelahku, yang sempat kulirik mereka juga sedang krusak-krusuk sendiri
dalam gelap. Aku tahu itu dari bunyi kain yang bergeser-geser. Setelah
melepas celanaku dan menyimpannya di tas Mbak Narsih aku mulai
beraktivitas lagi.. dan Mbak Narsih juga. Kami saling meraba lagi.
Batang kemaluanku yang sudah sangat keras (dalam bahasa Jawanya ‘ngaceng
berat’) diurut dan diremas dengan lembut oleh Mbak Sum.. menimbulkan
rasa geli yang luar biasa.. Aku sempat tak bisa bernapas merasakan hal
ini..
Tanganku pun sekarang mulai berani bergerak sendiri.
Sasaranku sekarang adalah bagian bawah Mbak Narsih. Dari perutnya yang
sudah agak gendut sedikit tanganku bergeser turun dan tersentuhlah
gumpalan rambut pekat di selangkangan Mbak Narsih.
“Terushh.. Dikk.. hhkk, ya.. itt.. itu..” bisik Mbak Narsih sambil terus menjilat lubang telingaku.
Tanganku
terus menyisir celah celah di tengah rimbunan rambut itu yang sudah
basah dan panas. Celah itu kurasakan begitu licin dan basah.. lalu
dengan rasa ingin tahu.. kumasukkan jari ku di tengah-tengah celah
sempit itu. Aku kaget.. karena tiba-tiba jariku seolah tersedot dan
terdorong oleh gerakan celah di selangkangan Mbak Narsih itu. Dengan
naluri alami tanganku mulai meraba dan meng’obok-obok’ selangkangan Mbak
Narsih yang semakin basah. (Jadi bukan cuma Yoshua yang bisa
‘ngobok-obok’ aku juga bisa kok! Hayoo siapa diantara pembaca (cewek
tentunya) yang mau di ‘obok-obok’ silakan kirim e-mail!)
Mbak
Narsih semakin kelimpungan saat jari-jariku yang nakal mulai memasuki
liang hangat dan basah di selangkangan Mbak Narsih. Jariku terus
bergerak masuk ke celah-celah hangat dan licin itu hingga sampai
pangkal.. dengan cepat kuhentak tarik keluar.. srett.. Mbak Narsih
hampir memekik kalau tidak buru-buru menggigit leherku saat kutarik
jariku dengan cepat dari jepitan liang kemaluannya. Lalu pelan-pelan
kudorong jariku masuk dalam jepitan kehangatan liang kemaluan Mbak
Narsih, kutarik lagi cepat dan kodorong pelan-pelan.. begitu terus
kulakukan berulang ulang hingga akhirnya Mbak Narsih berkelejat dan
tubuhnya seolah tersentak.
“Ohk.. shh.. akhh” bisik Mbak Narsih sambil terus menggigit keras leherku.
Karena kukira Mbak Narsih merintih kesakitan, spontan kuhentikan gerakan jariku.
“Terush..
Dikk.. ter.. ouch..” rintihnya pelan sekali saat kuhentikan gerakan
jariku di liang hangat diselangkangannya yang semakin licin oleh lendir
yang keluar dari liang kemaluannya.
Mendengar permintaannya,
otomatis jariku mulai bergerak semakin liar di dalam kehangatan liang
kemaluan Mbak Narsih yang semakin berlendir dan licin. Tubuhnya meliuk
liuk dan tersentak berkejat-kejat seiring dengan gerakanku. Gerakannya
semakin lama-semakin lemah dan berhenti.. jariku tetap terjepit
kehangatan liang kemaluannya, lalu kedua tangan Mbak Narsih memegang
kedua pipiku dan diciumnya bibirku dengan mesra sekali.
“Kamu pintar Dik..” bisiknya mesra.
“Mbak rasanya seolah mengawang tadi”
“Kukira tadi Mbak Narsih kesakitan.. makanya kuhentikan gerakanku” bisikku
“Enggak.. Mbak enggak sakit kok.. justru nikmat sekali..” bisiknya manja.
“Sekarang biar Mbak yang gantian memuaskan kamu” balasnya.
Kemudian
dengan pelan, karena takut ketahuan pasangan di sebelah (Yang aku
yakin juga sedang melakukan hal yang sama dengan kami!) Mbak Narsih
mulai menaiki tubuhku. Dikangkangkannya kakinya dan dipegangnya batang
kemaluanku yang sudah ngaceng berat seperti meriamnya Pak tentara yang
siap menggempur GAM. Lalu digesek-gesekkannya palkonku (kepala kontol
‘palkon’) di celah hangat di selangkangannya yang sudah sangat licin dan
basah.
“Hkk..” napasku seolah terhenti saat batang kemaluanku mulai terjepit erat dalam kehangatan liang kemaluan Mbak Narsih.
Sensasi
terhebat dalam hidupku! Dan barangkali inilah awal sejarah hilangnya
keperjakaanku! Yang selanjutnya akan merubah kehidupanku! (Akan
kuceritakan kelak).
Dengan pelan tetapi pasti.. alon-alon
asal kelakon.. batang kemaluanku mulai menyeruak masuk dalam jepitan
kehangatan liang kemaluan Mbak Narsih. Mataku terbeliak menahan nikmat
yang tiada tara.. (Mungkin inilah yang namanya sorga dunia ya?).
“Mbak..” bisikku di telinga Mbak Narsih, “Geli Mbakk”
“Hushh.. diam saja nikmati saja” balas Mbak Narsih mesra.
Aku
menggigit bibir menahan nikmat yang tiada tara. Mbak Narsih terus
berkutat di atas perutku, bergoyang dan berputar pelan. Hingga akhirnya
seluruh batang kemaluanku tertelan dalam kehangatan liang kemaluan Mbak
Narsih. Seluruh batang kemaluanku masuk sampai ke pangkalnya sampai
kurasakan palkonku menumbuk sesuatu di dalam sana. Mbak Narsih pun
mungkin merasakan hal yang sama denganku, kutahu itu dari napasnya yang
tersengal-sengal.
Gesekan demi gesekan dari kedua
kemaluan kami menghangatkan dinginnya malam di Gn Kmks itu. Kami sudah
tidak peduli lagi dengan pasangan-pasangan lain di sekitar kami. Yang
kami tahu adalah bagaimana mereguk nikmat dan menuntaskan hasrat yang
sudah hampir mencapai klimaksnya.
Mbak Narsih terus
bergerak pelan. Lama-lama gerakannya sudah mulai tidak teratur dan
kurasakan Mbak Sum menggigit leherku lagi. Aku pun hampir saja
berteriak menahan sesuatu yang hampir meledak dari dalam diriku.
Kurasakan dorongan semakin kuat mengehentak bagian bawah perutku.
Gerakan Mbak Narsih semakin tidak teratur dan gigitannya semakin kencang.
“Ouchkk.. Dikk.. Mbak mau kelu.. arrghh” bisiknya sambil tubuhnya mengejat-ngejat di atas perutku.
Akupun
sepertinya tidak mampu lagi menahan dorongan yang menghentak dan
akhirnya tanpa dapat kupertahankan jebollah sudah pertahananku. Crrt..
crett.. crett.. crett.. crett.. keluarlah lahar panas dari ujung
palkonku yang membasahi dan menyiram rahim Mbak Narsih. Tubuhku seolah
melayang dan terhentak seperti terkena arus listrik. Kurasakan puncak
sensasi bersetubuh yang ruarr biasa.. Tanganku mencengkeram bongkahan
pantat Mbak Narsih yang masih saja bergerak liar untuk mencoba
menghentikannya. Tetapi semakin erat kutahan semakin liar gerakannya
hingga aku pasrah saja dan menikmati sensasi semampuku.
“Mbak sud.. sudah.. Mbak.. ohh” bisikku di telinganya.
Rupanya saat aku mencapai orgasme tadi Mbak Narsih juga sedang mencapai orgasme sehingga sulit kuhentikan gerakannya.
“Kamu hebat Dikk..” bisiknya mesra sekali.
“Mbak puas sekali..”
Kami
masih terus berpelukan beberapa saat. Mbak Narsih masih menindihku dan
batang kemaluanku masih erat terjepit dalam liang kemaluannya. Dan
secara perlahan kurasakan batang kemaluanku mulai terdorong keluar
akibat kontraksi liang kemaluannya..lalu tubuh kami sama-sama tersentak
saat batang kemaluanku terlepas sendiri dari jepitan liang kemaluannya.
Kami saling berpandangan mesra dan tersenyum.. Duh manisnya Mbak
Narsih kalau tersenyum (Aku membatin andai saja Mbak Narsih ini jadi
istriku betapa bahagianya aku).
“Mbak aku kok jadi sayang sekali sama Mbak”.. bisikku mesra.
“Mbak juga kok Dik..” balasnya.
“Nanti kita pulangnya mampir dulu istirahat di losmen di depan stasiun Blp.. mau kan?” lanjutnya.
“Mau dong.. masa mau menolak rejeki” jawabku nakal.
“Memang Mas Gun enggak marah?” tanyaku.
“Enggak
kok.. malah dia yang nyuruh aku untuk ke sini melakukan ritual..
malahan dia yang memilihkan pasangannya.. ya Dik Wawan itu” jawabnya
santai.
(Sialan gerutuku dalam hati. Rupanya aku mau dijadikan
tumbal pesugihannya! Tapi biarin dah, yang penting nikmatt). Mulai
detik itu aku berjanji dalam hati akan mengerjai istrinya habis-habisan
atas keputusannya menjadikanku sebagai tumbal pesugihannya. Dan
janjiku akan kubuktikan sebentar lagi.
Pagi sekali,
kira-kira jam 04.00 pagi satu per satu pasangan yang telah menjalani
laku gila ini mulai beranjak pulang. Kami pun ikut pulang ke tempat
kami. Dinginnya udara pagi tak kurasakan, karena Mbak Narsih yang
kubonceng memeluk erat tubuhku sepanjang perjalanan. Tubuhku jadi
hangat apalagi dada Mbak Narsih yang kenyal menekan erat punggungku.
Kupacu kendaraanku kencang-kencang takut kesiangan. Sementara Mbak
Narsih tetap erat memelukku dan tangannya tak ketinggalan dimasukkan ke
dalam celanaku dan meremas-remas batang kemaluanku sepanjang perjalanan
itu. Mendapat perlakuan itu, tentu saja adik kecilku bangkit berdiri
dan memberontak seolah hendak menyeruak keluar dari sarangnya. Remasan
dan pelukan Mbak Narsih membuatku melupakan dinginnya udara pagi dan
lamanya perjalanan dari Gml ke kota S yang kira-kira sejauh 30 Km itu.
Selang setengah jam kemudian kami pun sampai ke kota S, dan
kami pun menuju daerah sekitar stasiun Blp untuk mencari penginapan
yang “Sesuai” (sepi dan asoy). Setelah berputar-putar beberapa saat,
kami pun menemukan sebuah losmen yang cukup bersih dan letaknya agak
tersembunyi. Kami memilih kamar yang mempunyai kamar mandi di dalam
agar privasi kami lebih terjaga.
Setelah check in aku
langsung masuk kamar mandi dan mulai membuka seluruh pakaianku untuk
mandi. Sementara itu Mbak Narsih langsung tiduran sambil menonton acara
televisi pagi. Sedang asyik-asyiknya menyabuni tiba-tiba Mbak Narsih
masuk kamar mandi dan sudah telanjang bulat tanpa selembar benangpun
yang menutupi tubuhnya yang indah itu. Aku terpana dan tanpa sadar
menghentikan kegiatanku. Mulutku melongo menyaksikan pemandangan yang
terlalu indah untuk dilewatkan begitu saja. Ya.. walaupun kami pernah
bersetubuh, tetapi aku belum pernah melihat seluruh tubuhnya sejelas
ini. Tadi malam kami bersetubuh dalam gelap dan itupun kami masih
terbalut pakaian atas kami masing-masing.
Benar-benar luar
biasa pemandangan yang terpampang di hadapanku ini. Walaupun perutnya
agak berlemak, namun keindahan tubuh Mbak Narsih masih sangat
mempesona. Kulitnya yang khas wanita Jawa berwarna sawo matang tampak
mulus tanpa cacat. Rambutnya yang hitam lurus, sebahu panjangnya tampak
indah tergerai. Dan payudaranya yang masih cukup kencang menggantung
indah dengan puting yang mencuat kecoklatan. Sedikit turun ke bawah
bulu-bulu hitam keriting memenuhi gundukan bukit kecil di bawah
perutnya. Luar biasa! Aku sampai melongo dibuatnya. Apalgi tubuhnya
tersorot lampu neon dari kamar tidur dan dari kamar mandi sekaligus..
“Lho.. kok mandinya berhenti?” Tanya Mbak Narsih mengejutkanku hingga membuatku gelagapan.
“Eh..
anu.. eh.. Mbak.. kok ma.. masuk kesini Mbak?” tanyaku gagap dan
otomatis tanganku menutupi batang kemaluanku yang sudah penuh sabun.
“Kenapa emangnya? Apa enggak boleh mandi bareng-bareng?” katanya santai terus dimintanya sabun yang sedang kupegang.
“Sini Mbak mandiin biar bersih!”.
Aku
pun mandah saja dan kunikmati elusan tangan Mbak Narsih yang menyabun
seluruh tubuhku. Digosoknya punggungku dengan sabun terus ke bawah
hingga pantatku pun tak lupa digosok-gosoknya. Aku merem melek
menikmati remasan tangan Mbak Narsih di kedua belahan buah pantatku.
“Hayo.. sekarang depannya..” tiba-tiba Mbak Narsih menyuruhku untuk menghadapinya.
Tangannya
mengusap leherku terus ke bawah dan beberapa saat memainkan jarinya di
kedua tetekku bergantian. Aku menahan napas ketika tangannya terus
merayap ke bawah dan mulai menyabuni selangkanganku. Diremasnya batang
kemaluanku dengan lembut. Kontan adik kecilku terbangun dan mengeras
seketika.
“Lho.. kok terus kencang?” gurau Mbak Narsih
demi melihat batang kemaluanku berdiri tegak bak petarung yang siap
laga. Aku jadi jengah dan sedikit malu.
“Iya soalnya dia tahu ada lawan mendekat” balasku untuk menghilangkan kekakuan.
“Dia tahu sebentar lagi mau disuruh kerja.. he.. he.. he!” gurauku.
“Ah maunya..!” Mbak Narsih memonyongkan bibirnya.
Aku
yang sudah sangat terangsang dengan elusan dan remasan tangannya di
selangkanganku langsung saja memeluknya dan tanpa ba Bi Bu lagi kusergap
bibirnya yangs sedang monyong itu. Kupeluk tubuh telanjangnya dan
dengan ganas kucium bibirnya.
“Mphhf..” Mbak Narsih gelagapan saat bibirnya kuserobot dan tanganku erat memeluknya.
Sambil
terus menciumnya tanganku dengan beraninya berkeliaran mengelus
punggung Mbak Narsih dan terus ke bawah ke arah bongkahan pantatnya yang
padat. Kuremas kedua belah buah pantatnya bergantian.
“Dikk.. ohh” Mbak Narsih Cuma bisa melenguh dan menggelinjang dalam dekapanku.
Tangannya
semakin liar mengurut dan meremas batang kemaluanku. Aku sendiri tidak
perduli kalau tubuhku masih penuh dengan busa sabun dan bau keringat
Mbak Narsih yang belum mandi sejak kami bersetubuh semalam.
“Dik.. Mbak.. Mbak be.. belum mandi..” napas Mbak Narsih tersengal-sengal saat dengan ganasnya kuciumi lehernya.
“Biar Mbak mandi dulu.. ughh” Mbak Narsih melenguh minta kulepaskan.
Mungkin ia risih dengan bau keringatnya sendiri. Lalu kulepaskan pelukanku. Kusiram tubuh Mbak Narsih dengan air dingin.
“Sini Mbak biar gantian ku mandiin” kuraih sabun yang dipegangnya.
Lalu
balik tubuh Mbak Narsih dan kusabun punggungya. Kugosok bagian
punggungnya dan tanganku yang nakal bergeser terus ke bawah. Begitu
tanganku menyentuh bagian pantatnya yang padat tanganku mulai meremas
dengan gemas. Kuelus dan kugosok ke dua belah bongkahan pantat Mbak
Narsih. Setelah puas bermain-main dengan pantatnya, tanganku mulai
menyabun tubuh Mbak Narsih bagian depan. Namun saat itu posisiku masih
dibelakang Mbak Narsih, jadi tanganku menggosok bagian depannya sambil
memeluknya dari belakang. Saking ketatnya pelukanku, tubuh bagian bawah
kami saling menempel ketat. Batang kemaluanku yang sudah sangat keras
tergencet antara bongkahan pantat Mbak Narsih dengan perutku sendiri.
(Pembaca bisa bayangin gimana rasannya). Luar biasa! Apalagi pantat Mbak
Narsih dan batang kemaluanku sangat licin karena penuh busa sabun.
Rasanya syurr.. apalagi Mbak Narsih sengaja menggoyang-goyangkan
pantatnya hingga batang kemaluanku tergesek-gesek. Nikmatt!
Kedua
tangan Mbak Narsih diangkat ke atas kepalanya seolah-olah membiarkanku
untuk semakin mudah menggosok kedua payudaranya dari belakang.
Sementara pantatnya yang menggencet batang kemaluanku sebentar-sebentar
digoyang. Aku semakin terangsang hebat dengan perlakuannya itu. Lalu
tanganku kugeser ke arah selangkangannya. Kugosok gundukan bukit kecil
di selangkangan Mbak Narsih yang lebat dengan rambut. Kusabun dan
gundukan bukit itu dengan arah dari atas ke bawah mengikuti alur celah
hangat di selangkangan Mbak Narsih.
“Ouchh.. ter.. rushh Diikk” sekarang Mbak Narsih sudah berani bersuara agak keras karena kami hanya berdua.
Tidak
seperti keadaan semalam dimana kami hanya bisa berbisik-bisik takut
ketahuan pasangan lain. Aku semakin semangat bermain-main dengan bukit
kecil di selangkangannya. Tanganku yang jahil sekali-sekali menusuk
masuk ke celah hangat diselangkangannya. Hal ini membuat Mbak Narsih
semakin liar menggerakkan pantatnya. Akibatnya aku sendiri yang
melenguh kenikmatan karena batang kemaluanku tergencet pantatnya yang
licin.
“Akhh.. terr.. ushh..” Mbak Narsih semakin liar menggumam tak karuan saat kukorek-korek liang kemaluannya dengan jariku.
Kumainkan
jariku di dalam liang kemaluan Mbak Narsih. Dan Mbak Narsih semakin
meronta dan menggelinjang saat jariku memainkan dan menggosok tonjolan
daging kecil dalam liang kemaluannya. Kepalanya mendongak ke atas dan
mulutnya setengah terbuka menahan nikmat. Kugosok terus dan sesekali
kutarik tonjolan daging itu.
“Terush.. Dikk.. ohh.. ter.. ruushh”
Mbak Narsih terus menceracau. Dan dengan diakhiri lenguhan panjang
tiba-tiba tubuhnya mengejang.., kepalanya terhentak dan tubuhnya
meliuk. Mungkin dia mencapai orgasme saat kumainkan tonjolan daging di
selangkangannya.
Kemudian setelah beberapa saat ia terdiam
dan matanya terpejam seolah menikmati sensasi yang baru saja
dirasakannya. Setelah napasnya mulai teratur diraihnya gayung dan
disiraminya tubuhnya dan tubuhku dengan air. Sambil menyirami sisa busa
sabun di tubuhku tangannya mengelus dan mengurut batang kemaluanku
yang sudah sangat kencang (Ngaceng habis-habisan!).
“Dik.. kamu tiduran saja di lantai biar Mbak yang service sekarang” disuruhnya aku berbaring di lantai kamar mandi.
Aku
pun menurut saja apa maunya. Kubaringkan tubuhku di lantai kamar mandi
yang dingin, aku saat itu berbaring sambil berdiri pembaca! Bayangkan
berbaring sambil berdiri! Aku memang berbaring.. tapi adik kecilku
berdiri tegak menunjuk langit-langit kamar mandi!
Setelah
aku berbaring, Mbak Narsih merangkak di atas tubuhku. Ia duduk di atas
perutku dan mulai mencium keningku. Aku memejamkan mata merasakan
sensasi luar biasa. Antara napsu dan sayang. Napsu soalnya selangkangan
Mbak Narsih yang hangat menempel ketat di atas perutku dan batang
kemaluanku menempel pantatnya. Sayang karena aku seolah-olah sedang
dimanja. Ya aku sedang dimanja karena aku tidak diperbolehkan bergerak
dan disuruh menikmati layanan total yang hendak diberikannya padaku.
Dari keningku perlahan bibirnya bergerak turun dan mulai menjilati
telingaku kanan dan kiri bergantian. Rasa geli yang luar biasa
menerpaku saat lidah Mbak Narsih menyapu-nyapu lubang telingaku.
“Akhh.. Mbaak..” bisikku mesra.
Tubuhnya
terus bergeser ke bawah saat bibir Mbak Narsih beranjak turun ke
bibirku. Kami saling memagut dan dorong mendorong lidah. Aku yang belum
berpengalaman ikut saja permainan yang diberikan Mbak Narsih. Lidahnya
menyapu-nyapu lidahku dan kusedot kencang-kencang lidah Mbak Narsih.
Akibatnya tubuh bagian bawahnya yang sekarang menindih batang
kemaluanku semakin ketat menekanku. Rasa hangat menjalar dari batang
kemaluanku yang terjepit gundukan bukit di selangkangan Mbak Narsih yang
kurasakan makin licin.
Sementara bibir kami saling
berpagutan, kemaluan Mbak Narsih yang menjepit kemaluanku
digesek-geseknya dengan pelan. Kembali lagi kurasakan sensasi luar
biasa. Betapa tidak.. walaupun batang kemaluanku belum memasuki lobang
yang semestinya namun karena bibir kemaluan Mbak Narsih sudah sangat
licin jadi kemaluanku yang terjepit di antara bibir kemaluannya dan
perutku sendiri seperti diurut. Batang kemaluanku mulai
berdenyut-denyut. Gerakanku sudah mulai liar tak terkendali. Namun
permainan belum berakhir! The game was just bdgun! Permainan baru
dimulai!
Bibir Mbak Narsih terus menjilat seluruh tubuhku.
Leherku sudah basah oleh liur Mbak Narsih. Dari leher bibirnya terus
merangsek ke bawah, kedua puting dadaku pun habis dipermainkan
lidahnya. Dari sini bibirnya terus ke bawah hingga pusarku pun
dijilatinya habis-habisan. Lagi-lagi sensasi luar biasa menyerbuku saat
lidah Mbak Narsih mengais-ngais pusarku sementara ke dua payudaranya
menempel ketat di batang kemaluanku.! Edann..! Kali ini batang
kemaluanku terjepit di tengah-tengah belahan payudaranya yang kenyal!
Sensasi nikmat semakin meningkat saat tanpa dapat kucegah bibir Mbak
Narsih mulai menciumi batang kemaluanku dari ujung hingga pangkalnya.
Gilaa!
“Upff.. Mbaak..” aku setengah memekik saat ujung kemaluanku serasa terjepit benda hangat!
Ternyata
batang kemaluanku sedang dikulum Mbak Narsih! Dia mengulum batang
kemaluanku seperti anak kecil yang sedang menjilati ‘magnum’ es krim
yang terkenal itu! Sambil dikocok batang kemaluanku dihisapnya
habis-habisan! Tidak puas menjilat batang kemaluanku, Mbak Narsih mulai
menjilat kantung pelerku (gaber). Ya gaberku! (Gaber adalah bahasa
Banyumas untuk kantong peler - bukan pamannya Donal Bebek). Dikuakkannya
lipatan gaberku dan dijilatinya inci demi inci gaberku itu!
Batang
kemaluanku semakin berdenyut kencang. Kocokan tangan Mbak Narsih pada
batang kemaluanku semakin kencang. Sekali lagi batang kemaluanku jadi
bulan-bulanan mulut Mbak Narsih. Dikulumnya lagi batang kemaluanku yang
semakin berdenyut hingga hampir seluruhnya masuk ke dalam mulutnya.
Mataku semakin membeliak menahan sesuatu yang mendesak dari perut
bagian bawahku. Aku mencoba bertahan dengan mencoba memegang kepala Mbak
Narsih agar diam! Namun semaki kencang aku memegang kepalanya, semakin
kencang pula kepalanya bergoyang hingga batang kemaluanku
dikocok-kocok dengan mulutnya.
“Aarghh..” aku melenguh kencang saat aku tak mampu lagi menahan desakan lahar yang menyembur keluar dari ujung kemaluanku!
Crat..
cret.. cret.. crett.. crett hampir lima kali aku menyemburkan air
maniku untuk yang kedua kalinya hari ini! Namun kali ini aku
mengeluarkannya di mulut Mbak Narsih! Tubuhku bergetar dan
mengejat-ngejat. Semakin ketat kutekan kepala Mbak Narsih agar batang
kemaluanku semakin dalam terbenam dalam mulutnya! Akibatnya hampir semua
air maniku tertelan olehnya!
“Bagaimana Dik Wawan?” Tanya Mbak Narsih menggodaku, “Enak?”
“Uf.. luar biasa Mbak” jawabku agak malu dan penuh rasa bersalah karena aku mengeluarkan air maniku di mulutnya.
“Sorry ya Mbak aku.. aku.. kel.. keluar di mulut Mbak..”
“Enggak apa apa Dik..” kata Mbak Narsih yang mencoba menenangkanku.
“Malah Mbak senang bisa buat jamu.. hik.. hik.. hik”.
“Ayo sekarang istirahat dulu..” ajaknya sambil menarikku agar bangkit.
Setelah
membersihkan diri dan mengeringkan tubuh kami, kamipun berbaring di
tempat tidur sambil menonton TV berita pagi. Kami masih sama-sama
telanjang bulat dan berpelukan di tempat tidur.
Mungkin
karena terlalu mengantuk dan capai setelah semalaman tidak tidur
ditambah ejakulasi dua kali membuatku langsung terlelap. Aku tidak tahu
telah berapa lama tertidur sambil memeluk tubuh telanjang Mbak Narsih.
Aku tersadar saat tubuh bagian bawahku terasa geli.. perlahan kubuka
mataku dan kulihat Mbak Narsih sedang menciumi tubuh bagian bawahku. Aku
diam saja pura-pura tertidur.. padahal si kecil sudah bangun sedari
tadi.
Batang kemaluanku berdenyut-denyut saat seluruh
batang kemaluanku masuk dalam kuluman mulut Mbak Narsih yang hangat dan
bergelora. Lidahnya yang kasar dan panas menyapu-nyapu ujung
kemaluanku yang membuatku tak sadar menggelinjang hingga Mbak Narsih
tahu kalau aku hanya pura-pura masih tidur!
“Rupanya kamu nakal ya!” katanya sambil memencet batang kemaluanku yang sudah sangat keras itu.
“Awas kamu”, ujarnya lagi.
“Adaoww” jeritku manja.
Rasanya
sakit tapi enak juga dipencet oleh tangan Mbak Narsih yang halus itu!
Pembaca gak percaya? (Boleh dicoba ntar kuminta Mbak Narsihku memencet
pembaca yang penasaran! Ha.. ha.. ha).
Aku semakin
menggelinjang kegelian campur sedikit ngilu saat mulut Mbak Narsih
menyedot buah pelerku kencang-kencang. Geli tapi ngilu.. ngilu tapi
geli.. pembaca bisa bayangin gimana rasanya.. pokoknya campur aduk
deh.. sulit digambarkan dengan kata-kata..
Tiba-tiba Mbak
Narsih membalikkan posisinya.. mulutnya masih sibuk melumat batang
kemaluanku tetapi sekarang tubuh bagian bawahnya digeser ke atas
sehingga gundukan bukit di bawah perutnya yang lebat ditumbuhi bulu
hitam sekarang tepat berada di hadapan wajahku. Kedua kakinya
mengangkangi wajahku sehingga jelas kulihat belahan merah jambu segar di
tengah-tengah gundukan itu. Ada bau khas semacam bau cumi-cumi segar
menyeruak lubang hidungku.. oo.. rupanya seperti inikah bau kemaluan
wanita.. seperti bau cumi-cumi.. orang Korea bilang katanya bau Ojingo
atau bahasa kitanya cumi-cumi! Segar dan sedikit amis.. gitu!
Aku
yang baru kali ini melihat dari dekat bentuk kemaluan wanita dewasa
menjadi terpesona melihat pemandangan seperti itu. Mengetahui aku diam
saja Mbak Narsih yang tadinya asyik menjilati batang kemaluanku berhenti
melakukan aksinya lalu diturunkannya pantatnya pelan-pelan sehingga
lubang kemaluannya menekan hidung dan mulutku. Aku yang sedang melongo
jadi gelagapan karena tiba-tiba kejatuhan memek! Pas dimulut dan
hidungku lagi! (Pembaca pernah enggak kejatuhan memek? Kalau belum bisa
dicoba suruh aja cewek pembaca ngangkang di atas dan melakukan aksi
seperti itu! Pasti ditanggung kaget tapi nikmat! Ha.. ha.. ha!)
Begitu
liang kemaluan Mbak Narsih yang sudah basah dan panas menekan mulutku
otomatis tanpa disuruh bibirku melahap seluruh cairan yang membasahi
liang kemaluan Mbak Narsih.. rasanya.. sedikit agak asin.. Lidahku
menyeruak masuk ke dalam liang kemaluan Mbak Narsih hingga kepala Mbak
Narsih terdongak dan pantatnya semakin menekan wajahku.
“Shh.. terusshh Diikk.. ohh” Lidahku terus menerobos liang kemaluannya dan masuk sedalam-dalamnya.
Aku
semakin gelagapan susah bernapas karena kemaluan Mbak Narsih begitu
ketat menekan mulut dan hidungku. Tekanan pantatnya semakin ketat saat
tubuhnya meliuk-liuk dan berkejat-kejat saat kusedot tonjolan daging di
sela-sela liang kemaluannya. Mbak Narsih menjerit dan semakin kuat
menekankan pantatnya hingga hidung dan mulutku seolah amblas ditelan
bongkahan liang kemaluannya yang menindihku.
“Upf.. brr..!
Karena tak tahan susah bernapas kusembur kencang-kencang liang
kemaluannya hingga menimbulkan bunyi aneh seberti kain robek. Brrtt..!
“Ihh..” Mbak Narsih menjerit kaget atas kenakalanku itu.
“Awas ya.. entar Mbak balas kamu..” jeritnya manja.
“Abis..
aku enggak bisa bernapas.. Mbak juga sih..” balasku tak kalah manja
sambil meremas-remas bongkahan pantatnya yang sekal dengan gemas.
Mbak
Narsih pun membalas aksiku tadi. Kini disedotnya kuat-kuat lubang
saluran kencingku.. aku sempat mengawang merasakan kenikmatan yang tiada
tara ini. Aku pun balas lagi kutekan pantatnya dan kudekatkan bibir
kemaluannya ke mulutku dan mulai mlumat bibir kemaluannya dengan gemas.
Kembali Mbak Narsih menggelinjang dan akhirnya tak tahan sendiri.
“Oh.. su.. sudah diikk..!” desisnya, “Mbak sudah enggak kuat..”
Lantas
ia mengubah posisinya. Sekarang kami berhadap-hadapan dan Mbak Narsih
masih di atas tubuhku. Dengan tanggannya batang kemaluanku
dicocokkannya ke liang kemaluannya yang sudah sangat licin. Setelah
tepat kemudian ditekannya pantatnya pelan pelan hingga batang kemaluanku
mulai menyeruak kehangatan liang kemaluannya.
Aku
menggigit bibirku agar tidak melenguh. Hingga bless.. hampir seluruh
batang kemaluanku terbenam dalam kehangatan liang kemaluan Mbak Narsih.
Mbak Narsih menghentikan gerakannya dan kami menikmati keindahan
saat-saat menyatunya tubuh kami. Kami saling bertatap pandang dan
tersenyum mesra. Oh.. alangkah mesranya.
“Aku sayang kamu Dikk..” bisik Mbak Narsih di telingaku dengan mesra.
“Aku juga Mbak..” balasku tak kalah mesra.
Kemudian bibir kami saling berpagutan. Lidah kami saling bertaut.
Dengan
pelan Mbak Narsih mulai menggoyangkan pantatnya naik turun di atas
tubuhku. Batang kemaluanku semakin kencang tergesek-gesek dalam jepitan
liang kemaluannya. Tanganku tak tinggal diam. Kuremas buah pantat Mbak
Narsih dengan gemas. Semakin lama semakin cepat Mbak Narsih
menggoyangkan pantatnya di atas tubuhku. Mulutnya tak henti-hentinya
mendesis dan merintih. Aku pun mengimbangi gerakannya dengan memutar
pinggulku menuruti instingku. Mbak Narsih semakin liar menggoyangkan
pantatnya dan mulutnya semakin kencang merintih.
“Ouch.. terushh.. Diikk..” mulutnya terus merintih.
“Mbak mau kell.. oohh..” belum habis ia bicara ternyata Mbak Narsih sudah sampai ke puncak pendakiannya.
Tubuhnya
meliuk dan berkejat-kejat bak terkena aliran listrik yang dahsyat. Aku
pun semakin kencang memutar pantatku mengimbangi gerakannya dan
terdorong keinginan untuk memuaskan hasrat wanita yang kusayangi ini.
“Kamu.. hebb. bathh..” bisik Mbak Narsih mesra.
Beberapa
kali ia menggelepar di atas tubuhku dan akhirnya tubuhnya ambruk di
atas perutku. Ia terdiam beberapa saat. Kubiarkan Mbak Narsih untuk
menikmati keindahan yang baru diperolehnya. Aku yang sudah dua kali
mengeluarlan air mani selama satu malam itu merasa belum apa apa.
Setelah
napasnya mulai teratur kubisikkan agar Mbak Narsih mengubah posisi.
Sekarang kuminta Mbak Narsih tengkurap di ranjang dan kujulurkan kedua
kakinya ke lantai hingga pantatnya yang indah menungging di tepi tempat
tidur. Perutnya kuganjal dengan bantal hingga posisi menunggingnya
agak tinggi. Indah sekali pemandangan yang terpampang di hadapanku.
Betapa
tubuh telanjang Mbak Narsih dengan pantatnya yang indah tengkurap
dengan posisi menungging. Kunikmati pemandangan ini beberapa saat
hingga Mbak Narsih mengomel manja.
“Ayo.. tunggu apa lagi” dia mengomel dengan manja.
Aku
pun menempatkan posisiku tepat di belakangnya. Dengan berdiri
kucocokkan batang kemaluanku ke liang kemaluannya dari arah belakang.
Kugesek-gesek liang kemaluannya dengan kepala batang kemaluanku agar
licin. Setelah licin, dengan pelan kutekan batang kemaluanku hingga
menyeruak liang kemaluan Mbak Narsih. Beberapa kali kukocok batang
kemaluanku sebelum kubenamkan seluruhnya.
Mbak Narsih
mulai mendesis dan dengan pelan mulai menggoyangkan pantatnya
mengimbangi gerakanku. Setelah beberapa kali kocokan dengan sekuatnya
kutekan pantatku hingga seluruh batang kemaluanku amblas ke dalam liang
kemaluan Mbak Narsih.
Kepala Mbak Narsih terdongak saat tulang
kemaluanku beradu dengan pantatnya. Plok.. plok.. plok terdengar bunyi
beradunya tulang kemaluanku dengan pantatnya hingga menimbulkan gairah
tersendiri bagiku. Apalagi mulut Mbak Narsih kembali mendesis dan
merintih saat batang kemaluanku mengocok liang kemaluannya. Aku semakin
bersemangat memacu dan mengayunkan batang kemaluanku dalam jepitan
liang kemaluannya.
Mbak Narsih semakin liar menggoyangkan
pantatnya membuat mataku terbeliak menahan nikmat. Karena dengan
gerakannya itu batang kemaluanku seolah-olah diremas-remas dan
dipelintir. Kutekan pantat Mbak Narsih agar tidak terlalu kencang
berputar. Aku bisa menahan napas lega begitu aku dapat mengontrol
diriku agar tidak terbawa permainan Mbak Narsih. Aku ingin berlama-lama
merendam batang kemaluanku dalam jepitan kehangatan liang kemaluannya.
Aku tidak ingin cepat-cepat selesai.
“Ayoo.. kok pelan..” protes Mbak Narsih begitu aku memperlambat tempo.
Pantatnya
semakin kencang. Kembali ia memutar pantatnya semakin lama semakin
cepat hingga aku kembali merasakan desakan yang sangat dahsyat menekan
dari perut bagian bawahku. Aku harus berusaha keras menahan desakan
yang menggelegak dan kembali kutekan pantat Mbak Narsih agar tidak
terlalu cepat berputar.
Batang kemaluanku yang terjepit
dalam kehangatan liang kemaluannya seolah-olah terpelintir dan terjepit
kian erat. Ujung kemaluanku terasa berdenyut-denyut seperti mau
meledak. Semakin lama denyutan di ujung batang kemaluanku semakin kuat.
Apalagi pantat Mbak Narsih bukan hanya berputar, tetapi sesekali
diselingi dengan gerakan maju mundur mengikuti ayunan pantatku. Rasanya
aku sudah tidak kuat lagi untuk mengeluarkan air maniku.
“Akhh.. Mbaak.. aku.. aku.. ma..” napasku kian tersengal hampir tak kuat lagi menahan gejolak.
Mbak
Narsih semakin liar memutar pantatnya. Payudaranya berguncang-guncang
seiring dengan gerakan tubuhnya yang liar. Suara beradunya pantat Mbak
Narsih dengan tulang kemaluanku semakin keras bercampur dengan deru
dengusan napas dan rintihan kami.
Aku semakin cepat mengayunkan
pantatku maju mundur disambut dengan gerakan meliuk dan maju mundur
pantat Mbak Narsih. Gerakanku semakin tak teratur saat desakan yang
sudah tak mampu lagi ku bendung meledak. Ujung batang kemaluanku
berdenyut kian kencang dalam jepitan liang kemaluan Mbak Narsih.
“Arghh..” aku melenguh kuat.
Mataku
terbeliak dan tubuhku tersentak seperti terkena aliran listrik.
Kucengkeram buah pantat Mbak Narsih dan kutekan dengan kuat hingga
batang kemaluanku semakin dalam menghunjam ke dalam liang kemaluannya.
Crat..! crat.. crat.. crat.. cratt.. Hampir lima kali kusemburkan air
maniku kedalam rahim Mbak Narsih.
“Ouch.. shh..” Mbak Narsih pun rupanya mengalami orgasme pada saat yang bersamaan denganku.
Tubuhnya
meliuk dan ikut berkelejat dan beberapa saat kemudian tubuh kami
ambruk. Batang kemaluanku masih terjepit erat dalam liang kemaluan Mbak
Narsih. Kubiarkan saja batang kemaluanku di sana. Aku rasanya sudah
tak punya tenaga untuk menariknya. Kutindih tubuh telanjang Mbak Narsih
yang masih nungging di atas tempat tidur empuk itu. Kami sama-sama
mengatur napas setelah berpacu dalam nikmat (Mirip acarany Mas Koes
Hendratmo aja Cuma dia bikinnya ‘Berpacu dalam Melody’ Ha.. ha.. ha!)
Kami
sama-sama terdiam. Kupeluk tubuh Mbak Narsih. Tubuh kami sama-sama
basah dengan keringat. Aku masih sempat merasakan liang kemaluan Mbak
Narsih berdenyut-denyut menjepit batang kemaluanku yang sengaja tidak
kulepas. Perlahan-lahan batang kemaluanku mulai terdorong keluar oleh
denyutan liang kemaluan Mbak Narsih.
Plop.. akhirnya
batang kemaluanku terlepas dari jepitan liang kemaluan Mbak Narsih
dengan sendirinya. Kugigit ujung telinga Mbak Narsih sebagai ungkapan
rasa sayangku. Kami bertatapan dan saling tersenyum mesra.
“Kamu cepat pintar.. sayang” bisik Mbak Narsih mesra.
“Siapa dulu dong instrukturnya..” balasku sambil mencium bibirnya.
Kembali
bibir kami saling bertautan. Batang kemaluanku yang baru saja
‘terlempar’ keluar dari liang kemaluan Mbak Narsih mulai berlagak lagi.
Perlahan namun pasti ia mulai mengeras. Gila! Baru berdekatan aja sudah
bertingkah. Mungkin capai dengan posisi nungging, Mbak Narsih pun
menggulingkan tubuhnya dan kini kami saling menindih dengan posisi
saling berhadapan lagi. Bibir kami masih tetap saling melumat dan lidah
kami pun saling dorong mendorong.
Batang kemaluanku yang
sudah keras kembali menempel ketat pada gundukan di selangkangan Mbak
Narsih yang hangat dan mulai basah lagi. Tanganku pun tak mau diam.
Kedua payudara Mbak Narsih yang sekal menjadi bulan-bulanan tanganku
yang sibik remas sana remas sini, raba sana raba sini..
Mendapat
perlakuanku yang agak kasar, tubuh Mbak Narsih menggelinjang di bawah
tindihan tubuhku. Napasnya mulai memburu. Lalu tangannya mencari-cari
dan akhirnya terpeganglah batang kemaluanku yang sudah sempurna dan
siap tempur. Dibimbingnya batang kemaluanku ke celah-celah di
selangkangannya dan digesek-gesekannya di celah hangat dan sempit itu.
Setelah licin tiba-tiba kedua tangan Mbak Narsih memegang pantatku dan
ditariknya hingga batang kemaluanku kembali menghunjam liang
kemaluannya dan bersarang di sana.
Kembali kami mengulang
persetubuhan kami. Entah berapa babak kami bertempur hari itu. Kami
baru pulang ke rumah kami masing-masing setelah waktu check out habis,
antar jam 1 atau jam 2 siang itu. Kami pun berjanji akan meneruskan
ritual di Gn Kmks malam Jum’at berikutnya.
Courtesy : Google
No comments:
Post a Comment