CERITA DEWASA - Bekerja sebagai auditor di perusahaan
swasta memang sangat melelahkan. Tenaga, pikiran, semuanya terkuras.
Apalagi kalau ada masalah keuangan yang rumit dan harus segera
diselesaikan. Mau tidak mau, aku harus mencurahkan perhatian ekstra.
Akibat dari tekanan pekerjaan yang demikian itu membuatku akrab dengan
gemerlapnya dunia malam terutama jika weekend.
Biasanya bareng
teman sekantor aku berkaraoke untuk melepaskan beban. Kadang di
'Manhattan', kadang di 'White House', dan selanjutnya, benar-benar malam
untuk menumpahkan "beban". Maklum, aku sudah berkeluarga dan punya
seorang anak, tetapi mereka kutinggalkan di kampung karena istriku punya
usaha dagang di sana.
Tapi lama kelamaan semua itu membuatku
bosan. Ya...di Jakarta ini, walaupun aku merantau, ternyata aku punya
banyak saudara dan karena kesibukan (alasan klise) aku tidak sempat
berkomunikasi dengan mereka. Akhirnya kuputuskan untuk menelepon Mas
Adit, sepupuku.
Kami pun bercanda ria, karena
lama sekali kami tidak kontak. Mas Adit bekerja di salah satu perusahaan
minyak asing, dan saat itu dia kasih tau kalau minggu depan ditugaskan
perusahaannya ke tengah laut, mengantar logistik sekaligus membantu
perbaikan salah satu peralatan rig yang rusak. Dan dia memintaku untuk
menemani keluarganya kalau aku tidak keberatan. Sebenernya aku males
banget, karena rumah Mas Adit cukup jauh dari tempat kostku Aku di
bilangan Ciledug, sedangkan Mas Adit di Bekasi. Tapi entah mengapa aku
mengiyakan saja permintaannya, karena kupikir-pikir sekalian
silaturahmi. Maklum, lama sekali tidak jumpa.
Hari Jumat minggu
berikutnya aku ditelepon Mas Adit untuk memastikan bahwa aku jadi
menginap di rumahnya. Sebab kata Mas Adit istrinya, mbak Lala, senang
kalau aku mau datang. Hitung-hitung buat teman ngobrol dan teman main
anak-anaknya. Mereka berdua sudah punya anak laki-laki dua orang. Yang
sulung kelas 4 SD, dan yang bungsu kelas 1 SD. Usia Mas Adit 40 tahun
dan mbak Lala 38 tahun. Aku sendiri 30 tahun. Jadi tidak beda jauh amat
dengan mereka. Apalagi kata Mbak Lala, aku sudah lama sekali tidak
berkunjung ke rumahnya. Terutama semenjak aku bekerja di Jakarta ini Ya,
tiga tahun lebih aku tidak berjumpa mereka. Paling-paling cuma lewat
telepon
Setelah makan siang, aku telepon mbak Lala, janjian
pulang bareng Kami janjian di stasiun, karena mbak Lala biasa pulang
naik kereta. "kalau naik bis macet banget. Lagian sampe rumahnya terlalu
malem", begitu alasan mbak Lala. Dan jam 17.00 aku bertemu mbak Lala di
stasiun. Tak lama, kereta yang ditunggu pun datang. Cukup penuh, tapi
aku dan mbak masih bisa berdiri dengan nyaman. Kamipun asyik bercerita,
seolah tidak mempedulikan kiri kanan.
Tapi hal itu ternyata tidak
berlangsung lama Lepas stasiun J, kereta benar-benar penuh. Mau tidak
mau posisiku bergeser dan berhadapan dengan Mbak Lala. Inilah yang
kutakutkan...! Beberapa kali, karena goyangan kereta, dada montok mbak
Lala menyentuh dadaku. Ahh...darahku rasanya berdesir, dan mukaku
berubah agak pias. Rupanya mbak Lala melihat perubahanku dan ?ini
konyolnya- dia mengubah posisi dengan membelakangiku. Alamaakk..
siksaanku bertambah..! Karena sempitnya ruangan, si "itong"-ku menyentuh
pantatnya yang bulat manggairahkan. Aku hanya bisa berdoa semoga
"itong" tidak bangun. Kamipun tetap mengobrol dan bercerita untuk
membunuh waktu. Tapi, namanya laki-laki normal apalgi ditambah
gesekan-gesekan yang ritmis, mau tidak mau bangun juga "itong"-ku. Makin
lama makin keras, dan aku yakin mbak Lala bisa merasakannya di balik
rok mininya itu.
Pikiran ngeresku pun muncul, seandainya aku bisa
meremas dada dan pinggulnya yang montok itu.. oh... betapa nikmatnya.
Akhirnya sampai juga kami di Bekasi, dan aku bersyukur karena siksaanku
berakhir. Kami kemudian naik angkot, dan sepanjang jalan Mbak Lala diam
saja. Sampai dirumah, kami beristirahat, mandi (sendiri-sendiri, loh..)
dan kemudian makan malam bersama keponakanku. Selesai makan malam, kami
bersantai, dan tak lama kedua keponakanku pun pamit tidur.
"Ndrew, mbak mau bicara sebentar", katanya, tegas sekali.
"Iya
mbak.. kenapa", sahutku bertanya. Aku berdebar, karena yakin bahwa mbak
akan memarahiku akibat ketidaksengajaanku di kereta tadi.
"Terus
terang aja ya. Mbak tau kok perubahan kamu di kereta. Kamu ngaceng kan?"
katanya, dengan nada tertahan seperti menahan rasa jengkel.
"Mbak tidak suka kalau ada laki-laki yang begitu ke perempuan. Itu namanya pelecehan. Tau kamu?!"
"MMm.. maaf, mbak..", ujarku terbata-bata.
"Saya tidak sengaja. Soalnya kondisi kereta kan penuh banget. Lagian, nempelnya terlalu lama.. ya.. aku tidak tahan"
"Terserah
apa kata kamu, yang jelas jangan sampai terulang lagi. Banyak cara
untuk mengalihkan pikiran ngeres kamu itu. Paham?!" bentak Mbak Lisa.
"Iya, Mbak. Saya paham. Saya janji tidak ngulangin lagi"
"Ya
sudah. Sana, kalau kamu mau main PS. Mbak mau tidur-tiduran dulu. kalau
pengen nonton filem masuk aja kamar Mbak." Sahutnya. Rupanya, tensinya
sudah mulai menurun.
Akhirnya aku main PS di ruang tengah. Karena
bosan, aku ketok pintu kamarnya. Pengen nonton film. Rupanya Mbak Lala
sedang baca novel sambil tiduran. Dia memakai daster panjang. Aku sempat
mencuri pandang ke seluruh tubuhnya. Kuakui, walapun punya anak dua,
tubuh Mbak Lala betul-betul terpelihara. Maklumlah, modalnya ada. Akupun
segera menyetel VCD dan berbaring di karpet, sementara Mbak Lala asyik
dengan novelnya.
Entah karena lelah atau sejuknya ruangan, atau
karena apa akupun tertidur. Kurang lebih 2 jam, dan aku terbangun. Film
telah selesai, Mbak Lala juga sudah tidur. Terdengar dengkuran halusnya.
Wah, pasti dia capek banget, pikirku.
Saat aku beranjak dari
tiduranku, hendak pindah kamar, aku terkesiap. Posisi tidur Mbak Lala
yang agak telungkup ke kiri dengan kaki kana terangkat keatas
benar-benar membuat jantungku berdebar. Bagaimana tidak? Di depanku
terpampang paha mulus, karena dasternya sedikti tersingkap. Mbak Lala
berkulti putih kemerahan, dan warna itu makin membuatku tak karuan.
Hatiku tambah berdebar, nafasku mulai memburu.. birahiku pun timbul..
Perlahan,
kubelai paha itu.. lembut.. kusingkap daster itu samapi pangkal
pahanya.. dan.. AHH... "itong"-ku mengeras seketika. Mbak Lala ternyata
memakai CD mini warna merah.. OHH GOD.. apa yang harus kulakukan... Aku
hanya menelan ludah melihat pantatnya yang tampak menggunung, dan CD itu
nyaris seperti G-String. Aku bener-bener terangsang melihat pemandangan
indah itu, tapi aku sendiri merasa tidak enak hati, karena Mbak Lala
istri sepupuku sendiri, yang mana sebetulnya harus aku temani dan aku
lindungi dikala suaminya sedang tidak dirumah.
Namun godaan
syahwat memang mengalahkan segalanya. Tak tahan, kusingkap pelan-pelan
celana dalamnya, dan tampaklah gundukan memeknya berwarna kemerahan. Aku
bingung.. harus kuapakan.. karena aku masih ada rasa was-was, takut,
kasihan... tapi sekali lagi godaan birahi memang dahsyat.Akhirnya
pelan-pelan kujilati memek itu dengan rasa was-was takut Mbak Lala
bangun. Sllrrpp.. mmffhh... sllrrpp... ternyata memeknya lezat juga,
ditambah pubic hair Mbak Lala yang sedikit, sehingga hidungku tidak geli
bahkan leluasa menikmati aroma memeknya.
Entah setan apa yang
menguasai diriku, tahu-tahu aku sudah mencopot seluruh celanaku. Setelah
"itong"-ku kubasahi dengan ludahku, segera kubenamkan ke memek Mbak
Lala. Agak susah juga, karena posisinya itu. Dan aku hasrus ekstra
hati-hati supaya dia tidak terbangun. Akhirnya "itongku"-ku berhasil
masuk. HH... hangat rasanya.. sempit.. tapi licin... seperti piston di
dalam silinder. Entah licin karena Mbak Lala mulai horny, atau karena
ludah bekas jilatanku.. entahlah. Yang pasti, kugenjot dia.. naik turun
pelan lembut.. tapi ternyata nggak sampai lima menit. Aku begitu
terpukau dengan keindahan pinggul dan pantatnya, kehalusan kulitnya,
sehingga pertahananku jebol. Crroott... ccrroott.. sseerr.. ssrreett..
kumuntahkan maniku di dalam memek Mbak Lala. Aku merasakan pantatnya
sedikit tersentak. Setelah habis maniku, pelan-pelan dengan dag-dig-dug
kucabut penisku.
"Mmmhh... kok dicabut tititnya.." suara Mbak Lala parau karena masih ngantuk.
"Gantian dong..aku juga pengen.."
Aku kaget bukan main. Jantungku tambah keras berdegup.
"Wah.. celaka..", pikirku.
"Ketahuan,
nich..." Benar saja! Mbak Lala mambalikkan badannya. Seketika dia
begitu terkejut dan secara refleks menampar pipiku. Rupanya dia baru
sadar bahwa yang habis menyetubuhinya bukan Mas Adit, melainkan aku,
sepupunya.
"Kurang ajar kamu, Ndrew", makinya.
"KELUAR KAMU...!"
Aku
segera keluar dan masuk kamar tidur tamu. Di dalam kamar aku
bener-bener gelisah.. takut.. malu.. apalagi kalau Mbak Lala sampai
lapor polisi dengan tuduhan pemerkosaan. Wah.. terbayang jelas di
benakku acara Buser... malunya aku.
Aku mencoba menenangkan diri
dengan membaca majalah, buku, apa saja yang bisa membuatku mengantuk.
Dan entah berapa lama aku membaca, aku pun akhirnya terlelap. Seolah
mimpi, aku merasa "itong"-ku seperti lagi keenakan. Serasa ada yang
membelai. Nafas hangat dan lembut menerpa selangkanganku. Perlahan
kubuka mata.. dan..
"Mbak Lala..jangan", pintaku sambil aku menarik tubuhku.
"Ndrew.." sahut Mbak Lala, setengah terkejut.
"Maaf ya, kalau tadi aku marah-marah. Aku bener-bener kaget liat kamu tidak pake celana, ngaceng lagi."
"Terus, Mbak maunya apa?" taku bertanya kepadaku. Aneh sekali, tadi dia marah-marah, sekarang kok.. jadi begini..
"Terus
terang, Ndrew.. habis marah-marah tadi, Mbak bersihin memek dari sperma
kamu dan disiram air dingin supaya Mbak tidak ikutan horny. Tapi...
Mbak kebayang-bayang titit kamu. Soalnya Mbak belum pernah ngeliat kayak
punya kamu. Imut, tapi di meki Mbak kerasa tuh." Sahutnya sambil
tersenyum.
Dan tanpa menunggu jawabanku, dikulumnya penisku
seketika sehingga aku tersentak dibuatnya. Mbak Lala begitu rakus
melumat penisku yang ukurannya biasa-biasa saja. Bahkan aku merasakan
penisku mentok sampai ke kerongkongannya. Secara refleks, Mbak naik ke
bed, menyingkapkan dasternya di mukaku. Posisii kami saat ini 69. Dan,
Ya Tuhan, Mbak Lala sudah melepas CD nya. Aku melihat memeknya makin
membengkak merah. Labia mayoranya agak menggelambir, seolah menantangku
untuk dijilat dan dihisap. Tak kusia-siakan, segera kuserbu dengan
bibirku..
"SSshh.. ahh.. Ndrew.. iya.. gitu.. he-eh.. Mmmffhh..
sshh.. aahh" Mbak Lala merintih menahan nikmat. Akupun menikmati
memeknya yang ternyata bener-bener becek. Aku suka sekali dengan
cairannya.
"Itilnya.. dong... Ndrew.. mm.. IYAA... AAHH... KENA AKU... AMPUUNN NDREEWW.."
Mbak
Lala makin keras merintih dan melenguh. Goyangan pinggulnya makin liar
dan tak beraturan. Memeknya makin memerah dan makin becek. Sesekali
jariku kumasukkan ke dalamnya sambil terus menghisap clitorisnya. Tapi
rupanya kelihaian lidah dan jariku masih kalah dengan kelihaian lidah
Mbak Lala. Buktinya aku merasa ada yang mendesak penisku, seolah mau
menyembur.
"Mbak... mau keluar nih..." kataku.
Tapi Mbak Lala
tidak mempedulikan ucapanku dan makin ganas mengulum batang penisku. Aku
makin tidak tahan dan.. crrootts... srssrreett... ssrett... spermaku
muncrat di muutu Mbak Lala. Dengan rakusnya Mbak Lala mengusapkan
spermaku ke wajahnya dan menelan sisanya.
"Ndrewww.. kamu ngaceng terus ya.. Mbak belum kebagian nih..." pintanya.
Aku
hanya bisa mmeringis menahan geli, karena Mbak Lala melanjutkan
mengisap penisku. Anehnya, penisku seperti menuruti kemauan Mbak Lala.
Jika tadi langsung lemas, ternyata kali ini penisku dengan mudahnya
bangun lagi. Mungkin karena pengaruh lendir memek Mbak Lala sebab pada
saat yang sama aku sibuk menikmati itil dan cairan memeknya, aku jadi
mudah terangsang lagi.
Tiba-tiba Mbak Lala bangun dan melepaskan dasternya.
"Copot bajumu semua, Ndrew" perintahnya.
Aku
menuruti perintahnya dan terperangah melihat pemandangan indah di
depanku. Buah dada itu membusung tegak. Kuperkirakan ukurannya 36B.
Puting dan ariolanya bersih, merah kecoklatan, sewarna kulitnya. Puting
itu benar-benar tegak ke atas seolah menantang kelelakianku untuk
mengulumnya. Segera Mbak Lala berlutut di atasku, dan tangannya
membimbing penisku ke lubang memeknya yang panas dan basah. Bless...
sshh...
"Aduhh... Ndrew... tititmu keras banget yah..." rintihnya.
"kok bisa kayak kayu sih...?"
Mbak
Lala dengan buasnya menaikturunkan pantatnya, sesekali diselingi gerkan
maju mundur. Bunyi gemerecek akibat memeknya yang basah makin keras.
Tak kusia-siakan, kulahap habis kedua putingnya yang menantang, rakus.
Mbak Lala makin keras goyangnya, dan aku merasakan tubuh dan memeknya
makin panas, nafasnya makin memburu. Makin lama gerakan pinggul Mbak
Lala makin cepat, cairan memeknya membanjir, nafasnya memburu dan sesaat
kurasakan tubuhnya mengejang.. bergetar hebat.. nafasnynya tertahan.
"MMFF... SSHSHH.. AAIIHH... OUUGGHH... NDREEWW... MBAK KELUAARR... AAHHSSHH..."
Mbak
Lala menjerit dan mengerang seiring dengan puncak kenikmatan yang telah
diraihnya. Memeknya terasa sangat panas dan gerakan pinggulnya demikian
liar sehingga aku merasakan penisku seperti dipelintir. Dan akhirnya
Mbak Lala roboh di atas dadaku dengan ekspresi wajah penuh kepuasan. Aku
tersenyum penuh kemenangan sebab aku masih mampu bertahan...
Tak
disangka, setelah istirahat sejenak, Mbak Lala berdiri dan duduk di
pinggir spring bed. Kedua kakinya mengangkang, punggungnya agak ditarik
ke belakang dan kedua tangannya menyangga tubuhnya.
"Ndrew, ayo cepet masukin lagi. Itil Mbak kok rasanya kenceng lagi.." pintanya setengah memaksa.
Apa
boleh buat, kuturuti kemauannya itu. Perlahan penisku kugosok-gosokkan
ke bibir memek dan itilnya. Memek Mbak Lala mulai memerah lagi, itilnya
langsung menegang, dan lendirnya tampak mambasahi dinding memeknya.
"SShh.. mm.. Ndrew.. kamu jail banget siicchh... oohh..." rintihnya.
"Masukin aja, yang... jangan siksa aku, pleeaassee..." rengeknya.
Mendengar
dia merintih dan merengek, aku makin bertafsu. Perlahan kumasukkan
penisku yang memang masih tegak ke memeknya yang ternyata sangat becek
dan terasa panas akibat masih memendam gelora birahi. Kugoyang maju
mundur perlahan, sesekali dengan gerakan mencangkul dan memutar. Mbak
Lala mulai gelisah, nafasnya makin memburu, tubuhnya makin gemetaran.
Tak lupa jari tengahku memainkan dan menggosok clitorisnya yang ternyata
benar-benar sekeras dan sebesar kacang. Iseng-iseng kucabut penisku
dari liang surganya, dan tampaklah lubang itu menganga kemerahan.. basah
sekali..
Gerakan jariku di itilnya makin kupercepat, Mbak Lala
makin tidak karuan gerakannya. Kakinya mulai kejang dan gemetaran,
demikian pula sekujur tubuhnya mulai bergetar dan mengejang bergantian.
Lubang memek itu makin becek, terlihat lendirnya meleleh dengan
derasnya, dan segera saja kusambar dengan lidahku.. direguk habis semua
lendir yang meleleh. Tentu saja tindakanku ini mengagetkan Mbak Lala,
terasa dari pinggulnya yang tersentak keras seiring dengan jilatanku di
memeknya.
Kupandangi memek itu lagi, dan aku melihat ada seperti
daging kemerahan yang mencuat keluar, bergerinjal berwarna merah
seolah-olah hendak keluar dari memeknya. Dan nafas Mbak Lala tiba-tiba
tertahan diiringi pekikan kecil.. dan ssrr... ceerr.. aku merasakan ada
cairan hangat muncrat dari memeknya.
"Mbak.. udah keluar?", tanyaku.
"Beluumm.., Ndreew.. ayo sayang.. masukin ****** kamu... aku hampir sampaaii.." erangnya.
Rupanya Mbak Lala sampai terkencing-kencing menahan nikmat.
Akibat
pemandangan itu aku merasa ada yang mendesak ingin keluar dari penisku,
dan segera saja kugocek Mbak Lala sekuat tenaga dan secepat aku mampu,
sampai akhirnya..
"NDREEWW... AKU KELUAARR... OOHH... SAYANG...
MMHH... AAGGHH... UUFF...", Mbak Lala menjerit dan mengerang tidak
karuan sambil mengejang-ngejang.
Bola matanya tampak memutih, dan aku merasa jepitan di penisku begitu kuat. Akhirnya bobol juga pertahananku..
"Mbak.. aku mau muncrat nich.." kataku.
"Keluarin
sayang... ayo sayang, keluarin di dalem... aku pengen kehangatan
spermamu sekali lagi..." pintanya sambil menggoyangkan pinggulnya,
menepuk pantatku dan meremas pinggulnya.
Seketika itu juga.. Jrruuoott... jrroott... srroott..
"Mbaakk.. MBAAKK... OOGGHH... AKU MUNCRAT MBAAKK..." aku berteriak.
"Hmm..
ayo sayang... keluarkan semua... habiskan semua... nikmati, sayang...
ayo... oohh... hangat... hangat sekali spermamu di rahimku.. mmhh..."
desah Mbak Lala manja menggairahkan.
Akupun terkulai diatas tubuh moleknya dengan nafas satu dua. Benar-benar malam jahanam yang melelahkan sekaligus malam surgawi.
"Ndrew, makasih ya... kamu bisa melepaskan hasratku.." Mbak Lala tersenyum puas sekali..
"He-eh.. Mbak.. aku juga.." balasku.
"Aku
juga makasih boleh menikmati tubuh Mbak. Terus terang, sejak ngeliat
Mbak, aku pengen bersetubuh dengan Mbak. Tapi aku sadar itu tak mungkin
terjadi. Gimana dengan keluarga kita kalau sampai tahu."
"Waahh.. kurang ajar juga kau ya..." kata Mbak Lala sambil memencet hidungku.
"Aku tidak nyangka kalau adik sepupuku ini pikirannya ngesex melulu. Tapi, sekarang impian kamu jadi kenyataan kan?"
"Iya, Mbak. Makasih banget.. aku boleh menikmati semua bagian tubuh Mbak." Jawabku.
"Kamu
pengalaman pertamaku, Ndrew. Maksud Mbak, ini pertama kali Mbak
bersetubuh dengan laki-laki selain Mas Adit. tidak ada yang aneh kok.
Titit Mas Adit jauh lebih besar dari punya kamu. Mas Adit juga perkasa,
soalnya Mbak berkali-kali keluar kalau lagi join sama masmu itu"
sahutnya.
"Terus, kok keliatan puas banget? Cari variasi ya?" aku bertanya.
"Ini
pertama kalinya aku sampai terkencing-kencing menahan nikmatnya gesekan
jari dan tititmu itu. Suer, baru kali ini Mbak sampai pipisin kamu
segala. Kamu nggak jijik?"
"Ooohh.. itu toh..? Kenapa harus jijik? Justru aku makin horny.." aku tersenyum.
Courtesy : Google
>
No comments:
Post a Comment